Cerita Rakyat " SI KABAYAN TOBAT"
Kabayan dan
Nyi Iteung
Adalah
sepasang kekasih yang saling mencintai, namun karena Si Kabayan adalah orang
yang malas, membuat Ambu dan Abah ( Orangtua dari Nyi iteung ) menolak keras
hubungan mereka.
Namun karena
si Kabayan orang yang pandai dan gigih dalam
kemalasannya, ia tidak menyerah untuk mendapatkan restu dari kedua orangtua Nyi
Iteung.
Segala cara
ia lakukan untuk mendapatkan Nyi Iteung.
Termasuk cara yang d anggap kotor oleh sebagian orang.
Ia membuat
Nyi Iteung tergila – gila padanya. Seperti orang yang di pelet agar cinta mati kepada Kabayan.
Suatu Ketika
Nyi iteung duduk di teras rumah sambil
menangis. Ambu yang baru saja pulang
mencuci dari sungai dengan membawa bakul berisi
pakaian yang sudah di cuci, melihat anak semata wayangnya menangis
bergegas menghampiri Nyi iteung.
“Aya Naon
geulis, pagi – pagi kok menangis seperti ini? Malu sama tetangga ih, masa anak
perawan Ambu menangis di teras seperti ini. Kunaon? Kata Ambu seraya mengelus
rambut nyi iteung tapi di tangkis kasar oleh Nyi Iteung.
“Ambu dan
Abah teu nyaah (Sayang) ka eneng, tuh tingali A Kabayan mau menikah sama
perempuan lain. Ini gara – gara Abah sama Ambu melarang kita pacaran. Ucap Nyi Iteung dengan nada tinggi dan sambil ter isak – isak.
“Kan Abah
sudah katakan, si Kabayan bukan laki – laki baik” Ucap Abah menenangkan
“:Terserah,
pokoknya Eneng tidak terima kalau A Kabayan menikah dengan perempuan lain.
Eneng mau bunuh diri saja” Ucap Nyi Iteung dan langsung pergi ke kamar dengan
menguirung diri.
Abah dan
Ambu pun berkali kali mengetuk pintu kamar Nyi Iteung namun hanya suara isak
tangis dari dalam kamar yang terdengar.
Semakin hari
semakin mengkhawatirkan kondisi Nyi Iteung. Tidak mau makan, tidak mau keluar
kamar dan tidak mau bicara sama sekali.
Abah dan
Ambu pun menjadi bingung dengan keadaan seperti ini.
Si Kabayan yang mendengar kabar tersebut hanya
tersenyum – senyum karena rencananya membuat Nyi iteung tergila – gila padanya
dan membuat sandiwara dengan perempuan lain dengan maksud agar Nyi iteung cemburu buta berhasil dan
berjalan sesuai apa yang di inginkan oleh Si Kabayan.
Akhirnya,
Nyi Iteung dan Si Kabayan di nikahkan oleh Abah dan Ambu meskipun terpaksa.
Keadaan itu
juga membuatb Abah dan Ambu menaruh dendam pribadi dengan si Kabayan yang lagi seorang pemalas.
Pada suatu
hari Si Kabayan di suruh Abah untuk mengambil
Tutut ( siput) di sawah. Si Kabayan melakukannya dengan malas – malasan.
Setibanya di sawah, ia tidak segera mengambil siput di sawah melainkan hanya
duduk – duduk di pematang sawah.
Lama di
tunggu tidak kembali, Abah pun menyusul ke sawah. Terperanjatlah ia mendapati
Si Kabayan hanya duduk di pematang
sawah.
“Kabayan! Sedang
apa kamu disitu? Kenapa tidak turun dan mengambil tutut?”
“Abah, saya
takut turun ke sawah. Coba lihat Bah, begitu dalamnya sawah ini hingga langit pun terlihat di dalamnya” jawab
Si Kabayan.
Abah pun
geram. Di dorongnya tubuh si Kabayan hingga terjatuh ke sawah.
Si Kabayan
hanya tersenyum – senyum sendiri seolah
tidak bersalah. “Ternyata sawah ini dangkal ya Bah?” katanya dengan senyum
menyebalkannya. Ia pun lantas mengambil
siput – siput sawah yang banyak terdapat
di sawah itu.
Pada waktu
yang lain, Abah mengajak menantunya untuk memetik
kacang koro di kebun. Mereka membawa karung untuk tempat kacang
koro yang mereka petik. Baru beberapa buah kacang koro yang di petiknya, Si Kabayan mengantuk. Ia pun
lantas tidur di dalam karung.
Ketika Adzan
dzuhur terdengan, Abah menyelesaikan pekerjaannya. Ia sangat keheranan karena tidak mendapati Si Kabayan bersamanya.
“Dasar
pemalas!” gerutunya. “Ia tentu telah pulang duluan karena malas membawa karung
berisi kacang koro yang berat!”
Abah
terpaksa menggotong karung berisi SI kabayan itu ke rumah, Betapa
terperanjatnya ia saat mengetahui isi karung
yang dipanggulnya itu bukan kacang koro, melainkan si Kabayan!
“Karung ini
bukan untuk manusia tapi untuk kacang koro !” omel Abah setelah mengetahui Si
Kabayanlah yang di panggulnya hingga
tiba di rumah.
Karena
kejadian itu, Abah sangat marah dan mendiamkan si Kabayan. Tidak mau
mengajaknya bicara dan bahkan melongoskan wajah jika Si Kabayan menyapa atau
mengajaknya bicara. Ia terlihat sangat
benci dengan menantunya yang malas lagi banyak alasan itu.
Si kabayan
menyadari kebencian Abah kepadanya. Bagaimanapun juga ia merasa tidak enak di
perlakukan seperti itu. Ia lantas mencari cara agar mertuanya tidak lagi
membenci dirinya. Ditemukannya cara itu. Ia pun bertanya kepada istrinya
perihal nama asli mertuanya.
“Mengetahui
nama asli mertua itu pantangan, Akang!” kata nyi Iteung memperingatkan “Bukankah
Akang sudah tahu masalah ini?”
Si Kabayan
berusaha membujuk. Di sebutkannya jika ia hendak mendoakan mertuanyan itu agar
panjang umur, sehat selalu, murah rejeki, dan jauh dari segala mara bahaya. “jika
aku tidak mengetahui nama Abah,
bagaimana jika doaku tidak tertuju kepada Abah dan malah tertuju kepada orang
lain?”
Nyi iteung
akhirnya bersedia memberitahu jika suaminya baerjanji untuk tidak menyebarkan
rahasia itu katanya, “ Nama Abah yang
asli itu Ki Jahidi. Ingat, jangan sekali – kali engkau sebutkan nama Abah itu
kepada siapapun!”
Setelah
mengetahui nama asli mertuanya, Si Kabayan lantas mencari air Enau yang masih mengental. Di ambilnya pula kapuk dalam dalam jumlah yang
banyak. SI kabayan menuju lubuk, tempat
mertuanya itu biasa mandi. Ia lantas membasahi seluruh tubuh nya dengan air
enau yang kental dan menempelkan kapuk
di sekujur tubuhnya. Si kabayan kemudian
memanjat pohon dan duduki di dahan pohon seraya menunggu kedatangan mertuanya
yang akan mandi.
Ketika Abah
sedang akyik mandi, Si Kabayan lantas berseru dengan suara yang di buatnya
terdengar berat “ Jahidi! Jahidi!
Abah sangat
terperanjat mendengar namanya di panggil. Seketika menatap arah sumber suara pemanggilanya. Kian terperanjat ia
ketika melihat ada makhluk putih yang sangat menyeramkan pada pandangannya. “Si
siapa engk.....engaku itu?
Tanyanya terbata
– bata.
“Jahidi, Aku
ini kakek penunggu lubuk ini” Kata si Kabayan “ Aku peringatkan kepadamu
Jahidi, hendaklah kau menyayangi Kabayan karena ia cucu kesayanganku. Jangan
berani – berani engkau menyia- nyiakannya. Urus dia baik – baik. Jika engkau
tidak melakukan pesanku ini, niscaya engkau tidak akan selamat!”
Abah sangat
takut mendengar ucapan ‘kakek penunggu lubuk’itu.
Sejak saat
itu, Abah tidak lagi membeci Si Kabayan. Di sayanginya menantunya itu. Di
cukupinya kebutuhan sandang dan pangan. Bahkan di buatkannya pula rumah, meski
kecil, untuk tempat tinggal menantunya tersebut.
Setelah mendapatkan
perlakuan yang sangat baik dari Abah. Si Kabayan akhirnya sadar akan sikap buruknya
selama itu. Dan akhirnya ia mengubah sikap dan bertaubat.
Ia tidak
lagi malas – malasan untuk bekerja. Ia pun bekerja sebagai buruh. Kehidupannya
bersama istrinya itu bertambah sayang kepadanya. Si Kabayan juga bertambah sayang kepada Nyi Iteung dn juga
terhadap Abah dan Ambu.
“ jangan membalas buruk karna di
perlakukan tidak baik oleh seseorang, balaslah dengan kebaikan agar orang itu
tersentuh dan menyadari bahwa dirinya salah. “
“Terkadang bukan siapa yang benar yang akan menang, tapi sikap
rendah hatilah yang bisa mengubah kerasnya hati seseorang untuk menyadari bahwa
ia telah melakukan sebuah kesalahan”
“Tetesan air yang jatuh ke atas batu yang besar memang tidak mampu membuat batu tersebut terpecah, namun ketika ia terus
menerus di tetesi air, ia akan rapuh dan musnah dengan berjalannya waktu”.
***********
Cerita rakyat tersebut sudah di ubah oleh penulis, untuk mengikuti tantangan pekan ke 4 ODOP 7
***********
Cerita rakyat tersebut sudah di ubah oleh penulis, untuk mengikuti tantangan pekan ke 4 ODOP 7
Akhirnya Kabayan sadar dan menjadi lebih baik ya.
BalasHapus